Saya dan Imajinasi Heroik.
Setiap kali mendengar kata Gerwani, darah saya selalu bergejolak. Entah kenapa, mesti saya tidak tahu detail sejarahnya, namun khayalan saya begitu eksotis ketika menggambarkan bagaimana Gerwani bergerak di akar rumput. Begitu pula ketika saya membaca sejarah R.A Kartini, mimpi-mimpi Kartini merasuki imajinasi saya tentang perempuan yang di cita-citakan. Meskipun kalau Kartini masih hidup mungkin saya sudah di damprat habis-habisan karena ceplas ceplos mengucap kata ‘Vagina’ dengan senyum terkembang.
Tapi kalau ditanya, seandainya jadi jagoan perempuan mau jadi siapa, saya maunya jadi Jane saja, pacarnya Tarzan, atau jadi Xena. Soalnya mereka bisa pake cawet doang gelantungan di hutan, naik kuda, bertarung dan bebas teriak-teriak. Sepertinya itu lebih pas buat saya, dibandingkan harus berjalan cantik dan pelan dalam kebaya. Tapi kenyataannya, saya terlahir di tengah keluarga muslim yang cukup fundamentalis. Sedari kecil saya dicekoki dengan isu-isu kristenisasi, kapitalisme, yahudi, jihad, dll. Saya tumbuh sebagai anak yang pemarah melihat kejahatan yang dilakukan pada kelompok muslim, pikir saya waktu itu. Dan entah bagaimana saya kadang membayangkan diri saya menjadi salah satu mujahid di Afghanistan. Sebelum berangkat tidur, seringkali saya membayangkan aroma debu padang pasir dan letupan bom. Rasanya bangga sekali kalo memikirkan saya bisa mati berjihad dan masuk surga.
Sedari dulu mungkin saya sudah tahu bahwa saya akan jadi pembangkang dan pejuang, entah itu ke kanan atau ke kiri. Untungnya, saat ini saya belum mati di Afghanistan. Alih-alih, saya menikmati pekerjaan saya di akar rumput bersama para perempuan yang luar biasa. Saya tak lagi terkesima oleh kisah-kisah para syuhada. Kisah-kisah itu telah tergantikan oleh Gerwani, Buddha, Che Guevara bahkan Jim Morrison.
Saya, Activism dan Kerja-Kerja Cinta.
Suatu hari saya hampir terisak ketika seorang perempuan perwakilan donor bertanya pada saya tentang pekerjaan saya, tiba-tiba saya bilang : ‘ I feel so pure when there’s no funding’
Ia tertawa ketika saya menghela nafas panjang. ‘ I never consider myself as activist, feminist, human rights defender or what so ever, i just follow my intuition coz i believe in human beings’.
‘Sometimes i felt that all those labelling is’nt just a compliment but also limitation to who i’am and what we do.’
Kali ini ia mendadak diam. Senyap.
Saya suka dengan kerja-kerja kecil, kelompok-kelompok kecil, namun hidup dan berkelanjutan. Semakin lama saya bekerja, semakin saya menyaksikan dan terkagum-kagum dengan keberagaman manusia. Sungguh luar biasa. Hampir setiap waktu strategi selalu berubah, pendekatan berbeda-beda. Dan semakin hari saya semakin menyadari betapa saya kecil, betapa saya berhutang budi pada setiap orang yang telah membuka hidup mereka pada saya.
Satu hal yang paling saya syukuri dalam pekerjaan ini adalah betapa luar biasanya orang-orang, terutama perempuan membuka hati dan diri mereka, berbagi hidup mereka. Adalah sebuah kepercayaan besar ketika seorang perempuan menangis di hadapan kita, membiarkan kita masuk ke dalam ruang privasi mereka. Mereka membuka sekat-sekat itu dan mempersilahkan kita menyaksikan ruangan di dalam hidup mereka.
Saya paling bodoh kalo soal advokasi, apalagi mempelajari dokumen-dokumen yang berhubungan dengan HAM. Tampaknya saya memaknai pekerjaan ini bukan sekadar kerja-kerja HAM, melainkan kerja-kerja cinta.
Saatnya berhenti.
Saya tidak suka dengan kekuasaan meskipun kekuasaan adalah sesuatu yang sangat dekat dengan saya. Dan saya harus belajar memegang kekuasaan dengan bijak. Sebuah pepatah mengatakan ‘ Kita tidak akan pernah tahu kualitas seorang pemimpin jika ia tidak pernah di uji dengan kekuasaan’.
Itu adalah ujian yang teramat berat. Sebagai seorang feminis saya harus terus-menerus sadar akan relasi kuasa, dan sebagai seorang pemimpin saya harus terus-menerus belajar mengolah relasi kuasa sebagai sesuatu yang mendorong setiap individu dalam tim-nya bertumbuh dan berkembang.
Yoga dan meditasi membantu saya untuk bisa melihat ego saya sendiri dan bagaimana ego saya mempengaruhi kerja-kerja saya dan tim saya. Bukan hal yang mudah untuk mengedepankan kepentingan orang lain, terutama perempuan dan tim.
Saya tahu bahwa sekarang saya harus bekerja keras berkali-kali lipat dari yang lain, tidak untuk selamanya. Dua tahun dari sekarang saya tidak perlu lagi melakukan kerja-kerja ini karena saya akan pergi dan memulai petualangan hidup saya yang baru. Anak-anak muda yang luar biasa akan meneruskan kerja-kerja ini, dan semangat muda mereka akan memberikan kontribusi besar bagi perubahan.
Sudah saatnya saya berhenti dan memberikan jalan lapang bagi mereka yang muda.
Apa yang akan saya lakukan? Entah. Namun saya tahu semesta akan membawa saya pada petualangan yang lebih besar. Semesta akan menjaga, merawat dan melindungi saya.